Katamu wajah
Negeri semakin muram
Cahaya emas di
timur telah hilang
Anak-anak
meratap lampu jalanan
Pemuda desa tak
kerja tak berpendidikan
Aku hanya diam
tak mengerti apa-apa
Kau menunjuk
senja diwarna yang paling suram
‘itu adalah
warnaku, warnamu juga’ katamu dingin menghanyutkan
Malam menderai
menyesaki tahta kerajaan
Katamu para
panglima sedang rapat darurat
membahas cinta
dan peradaban
tapi cinta itu
sendiri lebur diantara peradaban
Para raja sudah tak
tahu kemana arah yang ditunjuk bersama
Mereka hanya
mengira-ngira sambil mempermainkan kekuasaan
Aku terpaku
melihat kau terpaku
Begitu dalam aku
hanyut dinadimu
Aku ini embun
pagi yang berangkat sebelum fajar diantara pepohonan
Sementara kau
sang elang yang terus mengamat lalu tiba-tiba menyerang
Kita berbeda
Kau berlari
dijalanan
Aku mendaki
pegunungan
Suaramu
melengking di depan gedung-gedung pemerintahan
Aku bersenandung
lagu pantai sambil menikmati aroma lautan
Kau bilang Tanah
Air Merana
Aku bilang Tanah
Air Merindu
Kau bilang Tanah
Air Mati Rasa
Aku bilang Tanah
Air butuh Asa
Kau bilang
bahasa daerah hilang dimakan undang-undang
Aku bilang
bahasa Ibu hilang dimakan zaman
Kau bilang
negeri butuh ruang keadilan
Aku bilang
negeri butuh sajadah panjang
Aku tersipu kau
tersipu
Kita menjadi dua
kapal yang berpapasan
banyak perbedaan
tapi jalan ini
sama
untuk Negeri
Tersayang
Kala matahari
bersinar di khatulistiwa
Kau bangkit dan
mengulurkan tangan
‘’Hanya satu
jalan menuju impian. Lakukan pembebasan!’’
Kala senja makin
dingin diambang lautan
Aku bangkit dan
mengikuti langkahmu
‘’Hanya satu
cara menggapai impian, Gabungkan kekuatan!’’
Biarkan aku mengenalmu
Seperti aku
mengenal kekasihku
No comments:
Post a Comment